Hari Angklung Sedunia, Ternyata Ada Loh Kampung Angklung di Ciamis

Hari Angklung Sedunia, Ternyata Ada Loh Kampung Angklung di Ciamis
Hari Angklung Sedunia, Ternyata Ada Loh Kampung Angklung di Ciamis

Tahukah kamu, ternyata ada Kampung Angklung di Ciamis, Jawa Barat. Kampung ini cocok disinggahi untuk memperingati Hari Angklung Sedunia.

Angklung merupakan alat musik asal Provinsi Jawa Barat. Beberapa daerah di Jawa Barat, memiliki sentra pembuatan angklung. Seperti di Kabupaten Ciamis, yang juga memiliki Kampung Angklung. Dimana mayoritas penduduknya memproduksi alat musik yang terbuat dari bambu itu.

Bagi yang belum mengetahui Kampung Angklung Ciamis, lokasinya berada di Desa Panyingkiran, Kecamatan Ciamis. Berikut fakta-fakta mengenai Kampung Angklung Ciamis:

Dideklarasikan Sejak 2014
Kampung Angkung tidak hanya milik Saung Ujo di Bandung. Di Ciamis juga ada juga Kampung Angklung yang berada di Kampung Nempel, Desa Panyingkiran, Kecamatan Ciamis. Dirintis oleh Kang Mumu Alimudin dan dideklarasikan sejak tahun 2014.

Kang Mumu yang awalnya hanya sebagai pekerja pembuat angklung di Kota Banjar (dulu masih kecamatan bagian dari Kabupaten Ciamis) pada tahun 1975. Kemudian Mumu hijrah ke Desa Panyingkiran pada tahun 1992 dan memutuskan untuk merintis usaha produksi angklung sendiri.

Mumu pun kemudian mengajak warga sekitar tempat tinggalnya untuk sama-sama memproduksi angklung. Mengingat angklung buatan Mumu cukup laris dan dibanjiri pesanan dari berbagai daerah.

“Alhamdulillah warga tertarik ikut produksi angklung, secara bertahap sekarang ada 100 warga yang berdaya memproduksi angklung,” ungkap Mumu.

Hampir setiap rumah warga di kampung Nempel memproduksi angklung. Mumu pun berinisiatif untuk mendeklarasikan Kampung Angklung di tahun 2014. Bahkan kini sudah di bawah naungan Yayasan Kampung Angklung.

“2014 dideklarasikan sebagai Kampung Angklung Ciamis. Tahun 2016 dari Pemkab Ciamis meresmikannya. Alhamdulillah setelah jadi kampung angklung, pesanan semakin banyak dari berbagai daerah di Indonesia,” ucap Mumu.

Produksi Ratusan Angklung Setiap Hari

Kang Mumu mengaku pesanan angklung datang dari berbagai daerah, tidak hanya dari Jawa Barat. Dari 100 warga itu, setiap hari Kampung Angklung Ciamis mampu menghasilkan 800 buah angklung.

“Kalau dulu-dulu itu setiap hari bisa produksi sampai 800 angklung. Tapi sekarang sejak pandemi pesanan cenderung sepi,” ungkap Mumu.

Mumu menyebut sejak pandemi Covid-19 dua tahun lalu, Kampung Angklung Ciamis pun ikut terdampak. Mengingat pasar dari angklung adalah pariwisata.

“Sejak pandemi produksi turun 80 persen. Pesanan sepi termasuk pelatihan pun tidak ada karena kan tidak boleh berkerumun,” kata Mumu.

Saat ini pesanan angklung pun mulai kembali ramai seiring pandemi Covid-19 sudah mereda.

Ciamis Memiliki Pohon Bambu Melimpah

Produksi angklung di Ciamis pun didukung dengan bahan baku yang melimpah. Beberapa daerah di Kabupaten Ciamis sendiri memiliki banyak pohon bambu, terutama di daerah bantaran sungai besar seperti Citanduy. Mumu pun tidak perlu khawatir dengan ketersediaan bahan baku.

“Kalau bahan baku, tidak perlu khawatir, di Ciamis masih banyak pohon bambu,” kata Mumu.

Tempat Kunjungan Pelajar

Kampung Angklung Ciamis ini pun menjadi salah satu pusat pendidikan bagi pelajar dan mahasiswa. Mereka umumnya ingin melihat dan belajar proses pembuatan alat musik angklung.

Meski sejauh ini Kampung Angklung Ciamis belum secara khusus membuka pelatihan secara resmi bagi para pelajar. “Banyak yang datang dari sekolah-sekolah. Datang untuk melihat, belajar membuat atau memainkan angklung. Hanya saja tempatnya sempit,” ujar Mumu.

Belum Punya Sanggar

Meski sudah resmi ditetapkan sebagai Kampung Angklung Ciamis oleh pemerintah setempat, namun kenyataannya Kampung Angklung Ciamis belum memiliki sanggar.

Mumu pun berharap ke depan Kampung Angklung Ciamis ini memiliki sanggar. Sanggar tersebut nantinya tidak hanya untuk pertunjukan angklung saja, namun bisa mewadahi seluruh kesenian di Ciamis.

Sehingga ketika ada pengunjung datang, pihaknya bisa menyuguhkan sesuatu yang bisa dipertunjukkan atau dipraktikkan. Semisal dalam seminggu ada dua kali berbagai kesenian bisa dipentaskan bersama angklung.

“Kami berharap bisa memiliki sanggar. Sampai saat ini belum terwujud. Sanggar diibaratkan kalau makanan itu enaknya dicicipi. Begitu juga dengan angklung harus dipentaskan agar lebih banyak yang tertarik,” tuturnya.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *