Kenaikan Cukai Rokok Dievaluasi tidak Tepat Menurunkan Angka Perokok

JAKARTA – Kepala Laboratorium Ekonomi Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM). Kun Haribowo mengatakan kenaikan tarif cukai rokok tidak linier dengan peningkatan penerimaan cukai sebab adanya perubahan pada produksi rokok.
“Saat terjadi penurunan produksi dampak kenaikan tarif. Kenaikan tarif itu justru akan menurunkan penerimaan negara dari cukai rokok sebab penurunan produksi tidak dapat di kompensasi dengan kenaikan tarif,” ujarnya. Dengan struktur cukai seperti ketika ini, konsumen akan memilih rokok murah yang tarif cukainya lebih rendah. Paling banyak ada di rokok kategori 2 dan kategori 3 yang lebih murah.
“Kenaikan tarif cukai akan mengubah industri dari sisi supply di mana produsen berupaya memproduksi produk di kategori 2 dan 3 mengikuti demand downtrading konsumen. Walhasil akan menurunkan penerimaan negara,” jelasnya. Kun juga menyoroti kenaikan cukai 10% tidak tepat sasaran menyokong penurunan konsumsi. Bukannya menurunkan konsumsi, perokok justru shifting ke rokok yang lebih murah di kategori 2 dan 3.
Data penerimaan cukai rokok semester 1 yang menampakkan penerimaan cukai mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Sebagai dampak dari pergeseran tersebut. “Pemerintah perlu mengamati data perubahan konsumsi dan produksi rokok pada masing-masing kategori tarif sebagai dasar dalam membikin kebijakan kenaikan tarif cukai rokok,” katanya.
Kun beranggapan pada prinsipnya dengan struktur tarif cukai rokok ketika ini pemerintah perlu hati-hati dalam membikin kebijakan kenaikan tarif.
“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, perlu membikin reformulasi berhubungan struktur dan tarif cukai tembakau supaya terjadi keseimbangan kembali antara supply dan demand. Sehingga filosofi tujuan di pakainya cukai rokok untuk penerimaan negara dan pengendalian konsumsi dapat tercapai,” ungkapnya.