Hari Pneumonia Sedunia hari ini mengingatkan masyarakat akan bahaya penyakit tersebut, terutama pada anak. Kenali mitos dan fakta seputar pneumonia anak.
Dokter spesialis anak-konsultan respirologi Amiruddin Laompo mengatakan bahwa pneumonia memang jadi penyebab angka kematian tinggi pada anak. Meski demikian, penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan.
“Penyakit ini bisa dicegah dengan memperbaiki status gizi, melakukan imunisasi. Obat banyak tersedia lewat praktik dokter. Di rumah sakit, sebenarnya penyakit pneumonia ini secara umum bisa diobati dengan mudah asal ditangani dengan cepat dan tepat,” ujar Amiruddin dalam sesi Instagram Live bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kamis (10/11).
Salah satu langkah untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit berbahaya ini adalah lewat perbekalan informasi yang benar. Berikut beberapa mitos yang beredar di masyarakat seputar pneumonia, lengkap bersama faktanya.
Cuma selesma biasa, tidak perlu terlalu waspada
Fakta: Mayoritas kasus pneumonia anak berawal dari common cold atau selesma. Common cold atau selesma merupakan infeksi di saluran pernapasan yang bersifat akut. Selesma terjadi pada saluran pernapasan atas akibat infeksi virus termasuk Adenovirus.
Dibanding selesma, pneumonia jelas lebih berat. Pneumonia menyerang saluran pernapasan bawah hingga ke alveoli atau kantung udara pada paru.
Namun, bukan berarti orang tua bisa santai jika anak terkena selesma. Amiruddin mengatakan, penanganan selesma yang cepat bisa mencegah pneumonia.
“Sebanyak 90 persen pneumonia terjadi dari common cold biasa. Lama-lama jadi pneumonia karena bakteri turun ke alveoli,” jelas dokter yang berpraktik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo ini.
Anak aman dari pneumonia kalau imunisasi PCV
Fakta: Imunisasi PCV melindungi anak dari perburukan jika terinfeksi pneumonia. Orang tua sangat dianjurkan untuk melengkapi imunisasi anak, termasuk imunisasi PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine), terutama PCV 13 atau PCV serotype 13.
“Minimal anak kalau kena itu gejalanya ringan. Kalau [PCV] mencegah [pneumonia] 100 persen itu tidak bisa,” imbuhnya.
Sekali kena pneumonia, tidak akan kena lagi
Fakta: Anak bisa mengalami infeksi pneumonia berulang. Amiruddin mengatakan bahwa anak sangat mungkin mengalami reinfeksi bakteri penyebab pneumonia. Reinfeksi bisa terjadi akibat beberapa faktor seperti sistem kekebalan anak hingga kondisi kebersihan lingkungan.
Dia mengingatkan, jika ada anggota keluarga yang mengalami selesma, sangat disarankan untuk segera ditangani demi mencegah penularan dan memicu risiko infeksi pneumonia.
“Ini infeksi saluran pernapasan akut, kalau akut itu ada episodenya. Anak kena, kita obati, sembuh. Kalau sembuh, ya dia sembuh. Tapi bukan berarti seumur hidup enggak kena lagi,” katanya.
Pneumonia sama sama dengan TBC paru
Fakta: Pneumonia berbeda dengan TBC paru. Pneumonia kerap disamakan dengan TBC paru karena gejalanya kurang lebih mirip seperti batuk dan napas sesak. Namun, sebenarnya kedua penyakit ini berbeda.
TBC paru disebabkan oleh bakteri TBC, sedangkan pneumonia penyebabnya beragam. Yang cukup umum adalah bakteri Streptococcus pneumoniae.
Masih ada sisa gejala meski sudah sembuh
Fakta: Gejala sisa setelah sembuh dari pneumonia belum tentu berasal dari infeksi pneumonia. Ada beberapa kasus di mana anak masih batuk sepulang perawatan di rumah sakit akibat pneumonia. Orang tua banyak menganggapnya sebagai gejala sisa pneumonia.
Amiruddin mengatakan, gejala, termasuk batuk, tidak selalu disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus.
“Bisa saja ada gen atau riwayat alergi, maka batuknya bisa berkepanjangan. Di rumah mungkin banyak debu, itu bisa faktor yang menyebabkan anak tidak sembuh-sembuh batuknya,” kata dia.
Pneumonia masih perlu diwaspadai saat anak beranjak remaja
Fakta: Kekebalan tubuh anak semakin baik seiring bertambah usia. Saat anak dibekali dengan gizi yang cukup, seiring bertambah usia, kekebalan tubuh anak akan semakin sempurna.
Berbeda dengan anak usia di bawah 5 tahun. Kelompok usia ini rentan mengalami selesma dan pneumonia.
“Kekebalan tubuh sudah bagus, serangan biasanya ringan atau sudah jarang. Biasanya kena selesma 3-4 hari atau paling lama 2 minggu, itu bukan pneumonia lagi,” jelasnya.
Orang tua harus siap sedia nebulizer atau alat uap
Fakta: Proses nebulisasi atau penguapan tidak tepat digunakan pada pneumonia. Pneumonia tidak memerlukan penguapan. Biasanya, penguapan dibutuhkan oleh pasien dengan penyakit asma bawaan.
“Kalau pneumonia enggak ada bronkokonstriksi. Pemberian nebulisasi atau uap enggak terlalu berefek. Dengan kata lain, tidak terlalu bermanfaat,” katanya.
Batuk pneumonia bakal parah di malam hari
Fakta: Batuk akibat pneumonia intensitasnya tidak berubah baik di pagi, siang maupun malam.
Biasanya gejala batuk yang kian parah di malam hari berhubungan dengan alergi. Jika anak mengalami pneumonia, intensitas batuk akan sama. Perubahan intensitas atau frekuensi biasanya terjadi pada batuk yang berkaitan dengan alergi.